Minggu, 06 Februari 2011

Penentuan Waktu Mesir Kuno

Kepala patung raksasa Ramses II yang dipindahkan dari Kairo ke piramid dekat lokasi aslinya.
Kapan sebenarnya raja-raja Mesir seperti Tutankhamun atau Ramses II berkuasa? Pertanyaan ini kerap menjadi sumber perdebatan di kalangan sejarawan. Namun, perdebatan itu akan berakhir dengan munculnya teknik baru penanggalan radiokarbon.
Teknik baru tersebut bisa menentukan dengan akurat periode waktu dan kronologi sejarah dinasti Mesir melalui uji materi organik.
Akhirnya kini kalangan arkeolog memiliki catatan yang akurat mengenai periode waktu dan kronologi sejarah dinasti Mesir kuno, pertengahan, dan kerajaan baru berkat teknik penanggalan radiokarbon (radiocarbon dating).
Teknik ilmiah dengan penanggalan radiokarbon terhadap obyek-obyek Mesir kuno sebenarnya bukan hal baru, tetapi kali ini tim peneliti menggunakan teknik statistik yang dijamin akurat untuk menguji periode sejarah dinasti Mesir.
Penanggalan radiokarbon yang juga dikenal dengan penanggalan carbon-14 adalah suatu teknik yang bisa menentukan usia materi organik secara akurat. Untuk memperoleh penanggalan carbon-14 yang akurat, tim peneliti meneliti 211 sampel jenis tanaman, biji-bijian, papirus, tangkai atau batang, dan buah dari tanaman dan tumbuhan yang ditemukan di dalam kompleks makam para raja atau firaun, termasuk makam Raja Tutankhamun.
Sampel tanaman dan tumbuhan seperti biji-bijian yang sebagian telah berusia lebih dari 4.500 tahun yang lalu itu ”dipinjam” dari koleksi museum-museum di Amerika Serikat dan Eropa.
Salah seorang peneliti dari Oxford University, Thomas Higham, mengatakan, banyak materi organik yang ditemukan di makam-makam kuno Mesir dan lokasi arkeologi lain.
Dalam jurnal Science, Jumat (18/6), tim peneliti memaparkan penghitungan kandungan karbon radioaktif pada artefak-artefak kuno melalui tanaman dan tumbuhan yang pernah ada di sekitarnya. Analisisnya, tanaman dan tumbuhan yang menyerap carbon-14 selama masa pertumbuhannya masih menyimpan isotop radio aktif meski telah membusuk dan mati. Sisa-sisa carbon-14 yang menempel pada artefak-artefak kuno inilah yang kemudian diukur untuk menentukan usianya.
Untuk menjamin sampel benar-benar terbuat dari materi organik yang tumbuh di saat yang sama saat artefak dibuat, tim peneliti tidak menguji artefak berbahan kayu atau tulang, tapi hanya menguji bahan pangan, tekstil, dan keranjang.
Hasil penelitian selama tiga tahun yang dipimpin Christopher Ramsey dari Oxford University, Inggris, bersama para ahli dari Cranfield University, National Center for Scientific Research (CNRS) di Perancis, ahli dari Austria, dan Israel itu antara lain berupa data terbaru kekuasaan dinasti Kerajaan Baru Mesir yang ternyata dimulai 1570 SM-1544 SM (sebelum Masehi).
Ini berbeda dari pendapat kalangan sejarawan sebelumnya yang memperkirakan kerajaan baru Mesir mulai berkuasa sekitar 1550 SM. Raja Kerajaan Baru, Ramses II yang dikenal sebagai raja Mesir yang terhebat, diketahui berkuasa pada 1297-1273 SM. Adapun Raja Tutankhamun berkuasa pada tahun 1353 SM-1331 SM.
Ada pula temuan baru yang menyebutkan, salah satu firaun yang terkenal pada era Dinasti Ketiga Kerajaan Lama Mesir, yakni Djoser, berkuasa pada 2691 SM-2625 SM atau sekitar 50-100 tahun lebih awal dibandingkan prakiraan sejarawan sebelumnya. Periode kekuasaan Djoser bisa diketahui setelah meneliti biji-bijian dan tanaman yang ditemukan di dalam sebuah bilik di bawah tangga piramida Saqqara.
Dengan adanya data-data terbaru itu, mau tidak mau kalangan sejarawan harus mengubah catatan mereka tentang sejarah dinasti Mesir yang kala itu mendominasi Mediterania. Selain itu, perdebatan di kalangan ahli Mesir bisa berakhir dengan kemunculan data-data yang lebih akurat ini.
Menghentikan perdebatan
Temuan baru dengan carbon-14 ini diyakini akan menghentikan perdebatan panjang di kalangan ahli Mesir. Salah satu perdebatannya adalah tentang periode waktu dimulainya era Kerajaan Baru yang ”melahirkan” raja-raja terkenal, seperti Amenhotep, Tutankhamun, dan Ramses. Di satu sisi, kalangan sejarawan meyakini era dinasti itu dimulai 1539 SM, tetapi di sisi lain ada pula yang berpendapat dimulai 1550 SM.
”Selama ini penanggalan radiokarbon tidak dipercaya karena kerap terjadi kesalahan fatal. Namun, sekarang teknik itu mampu meniadakan perbedaan ide dalam rekonstruksi sejarah,” kata Andrew Shortland dari Cranfield University, Inggris.
Teknik penanggalan radiokarbon dinilai lebih akurat dibandingkan analisis-analisis tentang sejarah Mesir selama ini yang disimpulkan hanya berdasarkan dokumen sejarah atau temuan arkeologi. Seperti dokumen sejarah Mesir, misalnya, disusun berdasarkan goresan catatan harian sejarawan Manetho pada abad ke-3 SM dan prasasti-prasasti yang ditemukan di Saqqara dan Karnak. Catatan-catatan ini kemudian menghasilkan ”kronologi mengambang” karena kurang konsisten dengan periode waktu yang tidak pasti.
Selain dokumen dan temuan arkeolog, periode waktu sejarah Mesir kerap hanya dirujuk dari peristiwa-peristiwa astronomi. Namun, dengan cara ini pun sulit diperoleh data yang akurat. Bandingkan saja perbandingan astronomi dengan dokumen dan temuan arkeolog pada piramida pertama di Saqqara yang digunakan sebagai makam Raja Djoser. Kalangan sejarawan berpendapat, Djoser berkuasa pada 2667 SM-2592 SM. Namun, apabila menggunakan perhitungan astronomi, Djoser baru berkuasa 75 tahun kemudian. Perbedaan pendapat seperti inilah yang diharapkan akan bisa diminimalisasi dengan penggunaan teknik carbon-14.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
next page